Sunray Flare

Ditanya adek, gimana caranya foto flare? lalu saya berfikir.. bukannya itu dihindari fotografi? lalu dengan penasaran cari-cari di website..

Ternyata memang ada jenis fotografi yang menonjolkan flare. Dan caranya sudah seperti yang diduga.. langsung foto ke sumber cahaya. Lalu keesokan harinya setelah dicoba.. kelihatan lebih baik dengan f/22 dan tentu saja dengan setting manual untuk mengatur shutter agar pencahayaan tidak terlalu gelap untuk sekelilingnya. Sayang nggak dapat spot yang bagus.

Enjoy!

To Jakarta

Lagi-lagi perjalanan Jakarta. Meskipun berangkat dengan suasana mendung dan sedikit gerimis.. sesampainya di Jakarta hari cukup cerah. Dan selalu menyenangkan mengambil gambar dari atas pesawat.. menikmati sungai berkelok, kapal-kapal di lautan dan kabut polusi Jakarta sebelum mendarat.

 

DSC_1702DSC_1709DSC_1715

UU SJSN: Andaikata dengan Wawasan Kebangsaan

Sumber: http://kpmak-ugm.org/

Oleh: Firdaus Hafidz

Tulisan ini muncul karena kegelisahan muncul di sela-sela semangat Jamkesda yang terus berkembang dan tumbuh saat ini. Tidak ada satu kata pun yang menyinggung Jamkesda secara tersirat maupun tersurat dalam UU SJSN maupun BPJS. Pertanyaan besar kemudian muncul, bagaimana jika mimpi buruk Jamkesda muncul? tidak ada integrasi dari pemerintah pusat dan mereka harus mati dalam satu genggaman BPJS.

Jawaban dari Jamkesda bervariasi. Bagi daerah yang kaya, mereka merasa itu bukan masalah. Namun syaratnya adalah paket manfaat jaminan kesehatan yang sudah ada selama ini tidak boleh dikurangi. Sebaliknya, bagi Jamkesda yang berasal dari daerah yang kurang mampu menginginkan dengan adanya BPJS dapat meningkatkan paket manfaat yang selama ini telah ada.1

Sangat terlihat kentalnya semangat kedaerahan atau kepusatan. Tidak ada rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. Yang pusat inginnya memonopoli tanpa melihat potensi daerah. Namun di sisi lain, antar daerah pun tidak ada semangat untuk saling membantu dan gotong royong.

Inilah sebuah idealisme yang dibangun tanpa fondasi wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu pemahaman terhadap konsep memandang diri sebagai suatu kelompok bangsa yang terikat akibat dari kebersamaan sosial, sejarah dan perjuangan bersama. Rasa kebangsaan ini lahir dan tumbuh secara alamiah sebagai wujud untuk mencapai cita-cita bangsa yang satu.

Mari kita berimajinasi bersama dengan logika sederhana. Saat ini, cakupan masyarakat yang dilindungi oleh JAMKESMAS saat ini telah mencapai 76,4 juta jiwa dengan anggaran mencapai 5,5 triliun di tahun 2011. Lalu bayangkan APBD seluruh kab/kota di luar belanja pegawai kita yang sudah mencapai 10% adalah sebesar 26 triliun dengan pertumbuhan rata-rata 11 persen setiap tahunnya. Angka ini sama persis dengan anggaran APBN tahun 2011.2 Dan jika daerah minimal bisa berkontribusi yang sama dengan pemerintah pusat yakni 5,5 triliun untuk jaminan kesehatan, berarti Indonesia telah dapat melindungi secara komprehensif kepada 152,8 juta jiwa (59%) warganya. Dengan kontribusi sebesar itu, maka harapannya pemberitaan di media sudah bisa berbalik menjadi, “silakan sakit meski anda miskin”.

Memang tidak mudah, seluruh rakyat Indonesia ditantang dan diuji wawasan kebangsaannya. Melalui sistem asuransi sosial, seluruh daerah dan masyarakat wajib membayar premi sebagai wujud dari gotong royong yang sebenarnya untuk saling membantu antara kaya dengan miskin, sehat dengan sakit dan tua dengan yang muda.

Dengan terjaminnya kesehatan seluruh rakyat Indonesia tidak hanya meningkatkan status kesehatan, namun juga memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Manusia yang sehat menjadikan bangsa dan rakyatnya menjadi bangsa yagn pintar, produktif dan kompetitif. Dengan begitu, secara sinergis dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan memutus lingkaran setan kemiskinan.

Kenyataan yang terjadi jika kondisi wawasan kebangsaan anak bangsa telah pudar dan punah termakan ideologi kapitalisme maka cita-cita yang sangat mulia dan luhur tersebut bisa saja hanya terpojok dan tidak ada lagi ikatan nilai-nilai kebangsaan yang tertanam untuk mempersatukan bangsa untuk mampu melihat musuh bersama. Semoga kita terhindar dari kemiskinan, kebodohan, dan perpecahan bangsa.

References

1. Shidieq FHA. Data Primer Wawancara Harapan Asuransi ke Depan. Yogyakarta2012.

2. Kementerian Keuangan RI. Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) 2011. Jakarta: DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN2012.

Health Saving Accounts for Maternal Health

Sumber: http://kpmak-ugm.org/

By: Firdaus Hafidz (Researcher Pusat KP-MAK)

Maternal mortality andinfant mortality is an important indicator for assessing and prosperity of a country and community health status. The Indonesian Maternal Mortality Rate (MMR) in Indonesia is very high comparing to the other countries in South East Asia. Maternal Mortality Rate in Indonesia was 240/100.000, it’s very high then other countries around, Vietnam 56/100.000, Malaysia 31/100.000, and Singapore 9/100.000 live birth. [1]

One of the main causes of this high MMR is due to expensive health costs, resulting in weak ability of the society to pay ante, intra, and post natal care expenses. The Indonesian government through Health department then introduced “Tabulin“ program, a program in which the societies voluntarily deposit their own money as a preparation to pay expensive health cares.[2]

TABULIN, an acronym of Tabungan Ibu Bersalin is a comprehensive community-based program that was initiated in February 1998, where all pregnant women and would-be mothers who want to join pay a nominal fee (which stays in the community) to obtain the minimum maternal health care services necessary to deliver safely. Thus, therole of community participation is very required in order to suppress the Maternal Mortality and Infant Mortality. [3]

Baca lebih lanjut

Belajar Universal Coverage dari Korea Selatan

Sumber: Kwon, S. 2008. Thirty years of national health insurance in South Korea: lessons for achieving universal health coverage. Health Policy and Planning 2009: 24:63-71.

Artikel berikut merupakan ringkasan dari salah satu jurnal yang membahas mengenai perkembangan universal coverage di Korea Selatan. Sekaligus melihat bagaimana kondisi Indonesia saat ini dari setiap Bagian-bagian.

Tahapan Evolusi:

1. Di awal berkembang nya asuransi (1977) mengcover:

a. Penduduk miskin

b. Industri yang mempekerjakan lebih dari 500 pegawai

c. Pegawai negeri sipil dan pegawai sekolah

2. Setiap 2 tahun, dilakukan ekspansi kepada industry (sector formal) yang lebih kecil. Yakni 300 pegawai (1979), 100 pegawai (1981), 16 pegawai (1983).

3. Asuransi kesehatan menggunakan system kepesertaan berdasarkan keluarga, dengan kepala kelaurga sebagai peserta.

4. Sektor informal dimulai dengan cara melakukan piloting di desa maupun di perkotaan.

5. Untuk sector informal dilakukan pooling menggunakan asuransi komunitas berdasrkan area geografi.

Indonesia:

1. Indonesia telah mengcover apa yang awalnya dicover oleh Korea. Bahkan Jamsostek sudah mencapai 10 pegawai minimal

2. Perlu adanya penghilangan opt-out dalam aturan BPJS1 ke depan

3. Perlu adanya pembentukan regionalisasi asuransi – bisa adopsi dari Askes atau Jamsostek

4. Perlu adanya kegiatan piloting untuk sector informal dengan skema BPJS

Baca lebih lanjut

Jalan-jalan ke Solo – Kereta

Kelihatannya ini menjadi hiburan rutin yang menyenangkan. Menggunakan kereta pramex bolak balik jogja-Solo. Hanya berbekal 10-20 ribu per orang untuk menikmati kereta.

Pada waktu berangkat, seringkali penuh sehingga harus duduk di lantai. Tapi cukup menyenangkan juga… karena terasa  lebih luas dan santai karena lesehan.

Setelah menikmati kereta, jalan-jalan di kota Solo pakai dokar.. dan ke mal-mal, tempat makan Solo yang kelihatannya lebih bervariasi dibandingkan di Jogja..bayangkan saja, di Solo sudah lebih dahulu memiliki 21 –setelah yang jogja punya kebakaran dulu-, Ace hardware, dll.  Atau mungkin saya saja yang sudah agak bosan jalan-jalan di Jogja.

Pulangnya pakai kereta madiun Express.. Nyaman, bersih, tempat duduk sesuai nomor, dan yang paling penting ada AC nya..

Liburan yang menyenangkan

 

DSC_1397DSC_1407DSC_1371DSC_1373DSC_1378CSC_1414DSC_1394