Coventry- 21/11/2017.
Catatan ini diambil dari kuliah terbuka Prof. Ghufron setelah penganugeran gelar doctor H.C. dari Coventry University. Topik yang beliau angkat kali ini adalah tentang
Universal Health Coverage: The Indonesian Health Reformation System to Achieve Sustainable Development Goals
Kuliah difasilitasi oleh Prof. Guy Daley, memberikan pengantar terkait background Prof. Ghufron, bagaimana kiprahnya di Indonesia dan internasional.
Di awal Prof. Ghfuron, memberikan pengantar terkait konteks negara Indonesia, dan bagaimana peran Indonesia dalam hal ini presiden RI, bersama perdana menteri Inggris mengembangkan SDGs. Dalam indikator, terdapat tiga hal penting yang dianggap penting, 1. Providing access of high quality of education 2. health care services (quality, cost, need) 3. Providing basic needs.
Terkait pendidikan, universitas tidak hanya menjadi agen dari pendidikan dan penelitian, tapi juga harus sebagai agen untuk kultur dan pengembangan ekonomi. Sedangkan untuk reformasi untuk kesehatan, Prof. Ghufron membandingkan GDP per person, kesehatan, dan outcome kesehatan antara Indonesia, UK, dan Amerika dari tulisan Guy Daley, 2017. Memang kelihatannya Indonesia sangat rendah , tapi hal ini sebenarnya relatif ketika dilihat dari capaian yang diperoleh dibandingkan dengan pengeluaran kesehatan. Jadi mana yang lebih baik?
Indonesia mengalami perkembangan pesat atas kesehatan setelah reformasi. Sebagai contoh dulu orang miskin dilarang sakit, tapi saat ini orang miskin dilarang membayar kesehatan. Struktur layanan kesehatan diperbaiki, tarif diatur oleh pemerintah. Isu kesehatan menjadi isu penting dalam publik , hal ini tentunya menjadi agenda politik dan tentunya komitmen.
Indonesia juga memiliki peranan penting dalam WHA terkait UHC. Beliau menjelaskan mengenai definisi terkait UHC. Sebagai tools untuk mengakses layanan kesehatan yang berkualitas, dan affordable. UHC dapat dinilai dari tiga indikator, yakni populasi, financing, dan benefit layanan kesehatan. Membandignkan di antara negara-negara ASEAN, sebagai contoh Malaysia yang sudah mengcover 100% warganya, ternyata financial protectionnya 40%, hal ini menunjukkan bahwa banyak yagn tidak puas dengan layanan publik. Dibandingkan dengan Indonesia, yang mengcover sekitar 60%, tapi telah melindungi keuangan sebesaer 30 an %.
Prof. Ghufron juga menjelaskan sejarah evolusi terkait asuransi kesehatan di Indonesia. Dari tahun 1990 di mana masih terfragmentasi , hingga saat ini telah terintegrasi ke nasional. Bagaimana ke depan? targetnya adalah untuk mengcover seluruh rakyat Indonesia di tahun 2019. Terdapat opportunities, yakni komitmen yang tinggi dari pemerintah, melindungi seluruh rakyat Indonesia di tahun 2019, meningkatkan kontribusi, mengembangkan fasilitas kesehatan yang baru, meningkatkan good coporate governance. Di sisi lain terdapat tantangan yang tidak dapat dihindari: sustainabilitass dari skema asuransi akibat defisit keuangan, mekanisme pembayaran dan tarif sehingga bisa menarik seluruh fasilitas kesehatan terutama swasta.
Masalah asuransi kesehatan di Indonesia diperparah dengan gaya hidup masyarakat yang menyebabkan penyakit katastrofik, dan adanya indikasi moral hazard sebagai contoh caesar yang meningkat hingga 50%. Oleh karena itu diperlukan solusi dengan academic health system. Terdapat faktor faktor kritis, yakni kepemimpinan, komitmen politik, memfasilitasi expert untuk health insurance, belajar dari skema asuransi yang telah ada sebelumnya, menyiapkan infrastruktur dan tenaga kerja, asuransi kesehatan, pendidikan adokasi dan kesasdaran stakeholder.
Disimpulkan, bahwa ada tiga hal krusial yang butuh dilakukan yakni dalam pendidikan, kesehatan dan ekonomi termasuk reformasi di dalamnya. Peran dari Unviersitas tidak hanya pendidikan dan penelitian, tetapi juga merubah kultur dan ekonomi dalam inovasi industri. Dalam reformasi pendidikan kesehatan, diperlukan integrasi antara fakultas kesehatan, ilmu kesehatan dan rumah sakit pendidikan. Hal ini bisa diraih melalui academic health system.
Diskusi:
- Belajar dari Inggris, sebagai upaya untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan, dokter keluarga tidak meresepkan obat, melainkan meresepkan olah raga. Tapi yang menjadi tantangan adalah bagaimana memonitornya? wah ini big data analysis kalau mau pakai tracking.
- Tantangan dalam membership. Permasalahan utama dalam Indonesia adalah terdapat masyarakat near poor dan near rich yang kadang sangat membingungkan. Jadi memang ini terus menjadi perdebatan apakah universal atau targeting. Strategi untuk mengcover informal sektor ini adalah memberikan sosialisasi yang terus menerus terkait asuransi kesehatan ini. Saat ini juga pasien tidak dapat menggunakan fasilitas asuransi kesehatan tapi harus menunggu waktu tertentu sehingga mereka lebih sadar. Strategi lainnya adalah sebagai syarat kewajiban untuk mengurus administrasi lain, sebagai contoh KTP, dan lainnya. Di UK juga di awal adalah sangat menantang untuk mewajibkan dokter dan tenaga kesehatan lain join dalam sistem NHS. Jadi memang di awal diperlukan paksaan.
- UHC di Indonesia memang didorong oleh komitmen politik. Keputusan politik jadi sangat penting untuk alokasi dana dan regulasi.
- Hubungan antara BPJS dan IDI saat ini sangat baik, tapi yang paling penting untuk menjaga hubungan ini adalah membangun tarif yang sesuai tidak memeras, tapi di sisi lain, di sisi provider juga harus memberikan pengobatan dan diagnosis yang rasional dan tanpa fraud tentunya. Sehingga hal ini diperlukan fariness, dan good governance.
- Bagaimana dampak reformasi kesehatan ini terhadap perkembangan supply side? Memang terus terjadi peningkatan jumlah fasilitas kesehatan, tapi asuransi kesehatan mengkontrol tarif dan memonopolinya, sehingga dengan sistem ini dapat dikontrol harapannya. Dan terkait karir, ketika pemerintah mengencourage dan menjadi market yang besar sehingga tentunya hal ini membuat masyarakat ingin menjadi tenaga kesehatan. Meskipun dari dulu faculty of medicine masih selalu menjadi peringkat pertama hingga saat ini.