By: Dr. Jahangir AM Khan, PhD (Senior lecturer in health economics, liverpool school of tropical medicine), Centre for equity and heath systems, icddr, b, Bangladesh.
Tujuan penelitian beliau adalah mengukur inequality status kesehatan, dengan metode:
1. cross sectional survey dengan subject household di salah satu kecamatan yang tidak berbeda jauh kondisinya dengan nasional secara umum menggunakan kuesioner terstruktur. Yang menjadi tantangan dalam pembentukan kuesioner ini adalah ketika harus mengadopsi berbagai bahasa dengan dialeg yang berbeda untuk kuesioner.
2. kuesioner terdiri dari socio-econoic demographic information (gender, age, education, martial status, occupation, income quantile), EQ-5D, dan menggunakan VAS (visual analog scale 0-100) untuk mengukur secara pribadi status kesehatannya sendiri.
3. menggunakant english tariff EQ-5D
4. menggunakan logistic regression analysis untuk melihat perbedaan EQ-5D berdasarkan variabel demografik and sosial ekonomi.
Dalam hasil penelitian tersebut, sekitar 50% baik permpuan maupun laki-laki merasa “some problem”, namun perempuan merasa lebih banyak meraskan problem.
Secara umum, laporan yang paling banyak terkait permasalahan dalam EQ-5D adlaah terkait anxiety or depressions, dan pain or discomfort. Seara rinci, terdapat kecenderungan semakin tinggi edukasi, semakin baik status kesehatan. Begitu juga semakin tinggi income, semakin baik status kesehatannya. Status widow/ divorced/ lebih merasa anxiety or deperssions dibandingkan married, atau unmarried. Sedangkan jensi pekerjaan tidak dapat terlihat pola nya.
Tidak fully comparable, namun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara group antara menggunakan EQ-5D, dan VAS, terutama nilai yang tinggi, tapi tidak untuk nilai yang lower. Hal ini dimungkinkan karena persepsi yang berbeda terkait kesehatan pribadi, sebagai contoh sakit kepala mungkin dianggap bukan masalah bagi pribadi, namun tidak dengan pengukuran EQ-5D.
Hasil logistic regression, menunjukkan, bahwa usia lansia, bekerja sebagai housewife, dan 1st income quantiles secara statistik signifikan memiliki perbedaan risiko kesehatan, terutama pain dan anxiety/ depression. Oleh karena itu, policy ke depan harapannya lebih membantu untuk dapat memberikan akses kesehatan bagi warga miskin, melihat masih besarnya out of pocket.
Limitasi: validasi kuesioner EQ-5D di negara berkembang kelihatannya masih belum banyak, sehingga meskipun sudah robust dilakukan di negara Eropa sekuler, tapi bisa berbeda persepsi di negara Asia yang spiritual, jadi memberikan hasil yang berbeda. Hasil ini juga menjadi kurang mengena untuk policy maker, ketika hasilnya banyak orang mengalami anxiety/ depression, tapi tidak jelas apakah meraka cuma cemas ringan, atau depresi berat.