Dimana Penguatan Klinik Pratama untuk Mengatasi Covid-19?

Sekedar pemikiran singkat beberapa minggu belakangan karena secara tidak langsung terlibat dalam layanan kesehatan Covid-19 di Klinik, beberapa penelitian tentang Covid-19 (Maternal health, paket manfaat BPJS kesehatan, testing and tracing Covid-19), dan jadi anggota Satgas Covid-19 di lingkungan RW – meski tidak aktif-. Kebetulan juga menjadi ketua Asklin Bantul.

Salut dengan komitmen pemerintah dalam mengatasi Covid-19, alokasi besar-besaran untuk mengatasi pandemi Covid-19. Begitu banyak fasilitas berubah menjadi layanan Covid-19, begitu besar biaya untuk pelayanan di Rumah sakit. Hanya dalam 7 bulan telah terverifikasi 80 ribu kasus dengan biaya 5.5 triliun rupiah (Sumber data dari BPJS kesehatan).

Di sisi lain, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) harus berjuang sendiri dengan menurunnya utilisasi karena warga yang enggan datang karena ketakutannya, atau fasilitas itu sendiri yang mengurangi jam layanan ( karena perlu waktu pembersihan dan kekuatan tenaga kesehatan menggunakan APD selama bekerja) dan memastikan fasilitas kesehatan juga tidak penuh sesak yang menjadi penyebab penularan. Dengan sistem pembayaran kapitasi sebenarnya fasilitas kesehatan bisa cukup bisa bertahan, namun tetap saja, tidak semua fasilitas kesehatan memiliki peserta yang banyak, dan masih bergantung pada pasien umum. Sehingga hal ini menjadi concern besar untuk bisa bertahan. Ditambah, sebenarnya banyak permintaan atas supply logistik untuk penanganan pasien Covid-19, tapi disayangkan sepertinya hanya difokuskan untuk fasilitas publik dan rumah sakit. Alhasil, sekarang Klinik berusaha bertahan hidup dengan jualan tes covid-19, yang saya sayangkan sebenarnya secara pribadi, karena tidak ditanggung oleh pemerintah maupun BPJS, padahal biaya yang sangat mahal, dan dibutuhkan untuk hampir banyak kegiatan (menjadi persyaratan).

Saya cuma berimajinasi, bagaimana jika alokasi anggaran untuk pengambangan fasilitas karantina, dll yang berada di luar fasilitas kesehatan, seperti wisma atlet, dan fasilitas isolasi lainnya, juga bisa dimanfaatkan untuk merenovasi FKTP. Saya yakin, fasilitas fasilitas seperti wisma atlet dan isolasi dadakan tersebut tidak akan berlanjut ketika Pandemi Covid-19 telah usai. Namun jika momentum ini digunakan untuk penguatan FKTP, minimal bayangkan bisa untuk membangun ruang isolasi tiap 1 FKTP berjumlah 5 saja , bisa untuk menampung 30rb an lebih se Indonesia (asumsi 6rb faskes klinik pratama). Lalu setelah selesai pandemi ini, tentunya jika tidak digunakan sebagai fasilitas isolasi, dapat dimanfaatkan untuk pengembangan layanan lain, seperti , layanan infeksius lain, atau bahkan ruang observasi dan tindakan (contoh persalinan). Sehingga hal ini bisa membangun kepercayaan publik terhadap FKTP dengan layanan yang semakin komprehensif, dan masyarakat tidak perlu sedikit sedikit ke rumah sakit, karena alasan keterbatasan layanan di FKTP.

Anyway, semoga kita sehat selalu.

Tinggalkan komentar